SUARA INDONESIA BANYUWANGI

Polemik Harga BBM Pertamina Vs Petronas, BHS Kritisi Menteri BUMN Erick Thohir

Muhammad Nurul Yaqin - 10 August 2022 | 14:08 - Dibaca 2.37k kali
Pemerintahan Polemik Harga BBM Pertamina Vs Petronas, BHS Kritisi Menteri BUMN Erick Thohir
Bambang Haryo Soekartono (BHS) memastikan sendiri harga BBM di Malaysia. (Istimewa).

JAKARTA - Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir dan Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga, yang meminta masyarakat untuk tidak membandingkan Pertamina RI dengan Petronas Malaysia, ditanggapi serius oleh Bambang Haryo Soekartono, pengamat kebijakan publik.

Menurutnya, yang membandingkan Pertamina dengan Petronas adalah Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Sebagaimana statementnya di media, dia mengatakan subsidi Petronas jauh lebih besar, dibanding Pertamina.

"Untuk membuktikan pernyataan Dirut Pertamina, saya meluncur ke Malaysia dan terungkap fakta bahwa harga BBM di Malaysia jauh lebih murah dan subsidinya lebih kecil dari pertamina di Indonesia. Rupanya Menteri BUMN terlalu sibuk diluar BUMN sehingga tidak memonitor apa yang dikomentari Dirut Pertamina di media," kata Bambang Haryo, Selasa, 9 Agustus 2022.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini menjelaskan bahwa Petronas masih sama dengan pertamina yaitu menggantungkan BBM Impor dari Negara Saudi Arabia, Brazil, Australia, Amerika, United Arab Emirat (UAE), sehingga pernyataan Menteri BUMN bahwa petronas memproduksi minyak sendiri tidak berdasarkan kajian yang tepat.

"Perlu diketahui sebagian besar harga gasoline oktan 95 di beberapa negara penghasil minyak di dunia jauh lebih kecil dari harga gasoline oktan 95 yang ada di Indonesia, misalnya : urutan 1 Venezuela harga 0,022 USD atau setara dengan Rp. 299,- dg jumlah penduduk 28 juta , urutan 2 Libai harga 0.031 USD setara dengan Rp 463,-, urutan 3 Iran 0,053 USD setara dengan Rp 792,- , Urutan 9 Malaysia 0,46 USD setara dengan Rp 6.881, urutan 10 Irak 0,51 USD setara dengan 7.690,-" ujar pemilik sapaan akrab BHS ini.

Bahkan, kata alumni ITS Surabaya ini, negara bukan penghasil minyak banyak yang lebih murah dari Indonesia, misalnya : urutan ke 36 Taiwan 1,028 USD setara dengan 15.378, urutan 37 Burma 1,039 USD setara dengan Rp. 15.540, urutan 40 Maldive 1,071 USD setara dengan 16.022, urutan 45 Vietnam 1,121 USD setara dengan 16.770, urutan 50 adalah Indonesia 1,167 USD setara dengan Rp. 17.540 berarti ada 49 negara yang menjual bahan bakar oktan 95 lebih murah dari Indonesia, sumber data, https://www.globalpetrolprices.com/gasoline_prices/ . 

"Jadi, tidak benar kalau ada yang mengatakan harga BBM yang ada di Indonesia adalah yang termurah di Dunia, padahal Indonesia termasuk penghasil minyak dan gas yang sumur minyaknya terbanyak dan terbesar di Asia Tenggara. Kenapa harga BBMnya bisa sangat mahal??," tanya BHS.

Lucunya lagi, sambung BHS, Staf Khusus Menteri BUMN yang mengatakan harga BBM di Malaysia lebih murah dari Indonesia karena jumlah penduduknya lebih sedikit dari Indonesia, ini pun tidak berdasar kajian dan data yang benar.

"Sebagai misal Singapura yang mempunyai penduduk 5,6 juta yang jauh lebih kecil dari penduduk Indonesia maupun penduduk Malaysia yang jumlahnya 33,37 juta, harga BBM Singapura oktan 95 adalah 2,022 USD setara dengan Rp.30.200,- yang tentu jauh lebih mahal dari harga di Indonesia maupun di Malaysia, sehingga tingginya harga BBM di suatu negara tidak ada korelasinya dengan jumlah penduduk tetapi sangat berhubungan dengan kemampuan daya beli masyarakat di negara tersebut," ungkap BHS.

Sebagai misal, lanjut anggota Dewan Pakar Partai Gerindra ini, di Singapura walau harga BBMnya 2 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. Namun UMR nya juga tinggi sebesar 5.000 SGD setara dengan 53 juta sedangkan di Indonesia UMR berkisar 2 - 4,7 juta rupiah dan bahkan masih ada wilayah yang mempunyai UMR dibawah 2 juta rupiah, misalnya Sragen Rp. 1.839.000, Banjarnegara Rp 1.819.000, dan lain lain, mayoritas 90% UMR wilayah di Indonesia dibawah Rp 3 juta.

"Maka pemerintah Indonesia seharusnya menerapkan tarif harga BBM yang realistis sesuai dengan harga beli impor seperti halnya di Malaysia dan baru subsidinya disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat Indonesia," tutup BHS.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Muhammad Nurul Yaqin
Editor : Imam Hairon

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV