SUARA INDONESIA BANYUWANGI

Semangat Difabel Netra di Banyuwangi, Isi Ramadan dengan Tadarus Al-Qur'an Braille

Muhammad Nurul Yaqin - 31 March 2023 | 20:03 - Dibaca 1.55k kali
Khazanah Semangat Difabel Netra di Banyuwangi, Isi Ramadan dengan Tadarus Al-Qur'an Braille
Sejumlah difabel netra terlihat serius melantunkan ayat Al-Qur'an berhuruf Braille, Jumat (31/3/2023). (Muhammad Nurul Yaqin/suaraindonesia.co.id).

BANYUWANGI - Keterbatasan penglihatan tidak menghalangi difabel netra di Banyuwangi bertadarus Al-Qur'an di bulan suci Ramadan.

Dengan tekun mereka terlihat menggunakan jari-jari tangannya untuk meraba ayat-ayat Al-Qur'an berhuruf Braille.

Sejumlah difabel netra ini membaca Al-Qur'an Braille saat mengikuti tadarus di Pondok Pesantren Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) KH. Ahmad Dahlan, Kelurahan Tamanbaru, Banyuwangi. 


Hampir setiap hari tak kurang dari 5 orang difabel netra yang ikut tadarusan di ponpes ini. Pantauan media pada Jumat (31/3/2023), ada belasan yang ikut. Mereka mulai dari usia remaja hingga paruh baya.

Pengasuh Ponpes ABK KH. Ahmad Dahlan, Athfal Fadholi (60) mengatakan, di Ponpes ini total ada 27 santri. Terdiri dari 3 santri tuna netra. Sisanya adalah anak hiperaktif, autis dan tuna grahita. 

"Terkadang tuna netra dari sejumlah SLB di Banyuwangi ikut datang dan tadarusan di ponpes kami," ujarnya.

Ia menyebut, tadarus Al-Qur'an Braille di Ponpes ABK KH. Ahmad Dahlan sudah menjadi tradisi yang digelar setiap tahun saat Ramadan.

Rutinitas itu dilakukan agar jemari para santri tetap peka dalam meraba huruf-huruf braille.


Sebab pembacaan dengan metode Al-Qur'an Braille kini sudah mulai berganti menggunakan Al-Qur-an digital yang dipelajari via audio. 

"Kalau tidak lagi dilakukan, jari-jarinya bisa tidak peka nanti, sehingga dikhawatirkan akan lupa saat membaca dengan braille," ujarnya.

Sebelum belajar membaca, melatih kepekaan jari adalah langkah awal yang harus dilakukan. Baru setelahnya mengenal huruf dan mulai melafalkannya.

Pada titik itu, para pengajar harus benar-benar tlaten. Sebab setiap santri berbeda-beda kemampuan memahaminya. Ada yang cepat, ada pula yang lambat.


"Kadang ada yang kurang peka jarinya sehingga agak lambat dalam memahami," beber pria yang sudah berpengalaman mengajar ABK sejak tahun 1984 ini.

Sementara itu salah satu Qori' difabel netra, Eko Prasetyo mengaku sudah belajar Al-Qur'an Braille sejak umur 14 tahun. 

Sekarang di usianya yang telah menginjak ke 27, Eko telah fasih dan mahir membaca Al-Qur'an Braille. Bahkan beberapa waktu lalu, dia menjadi juara 1 lomba MTQ tingkat Provinsi Jawa Timur.

"Konsisten belajar, saat ini sudah tidak ada kesulitan saat membacanya," ungkapnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Muhammad Nurul Yaqin
Editor : Bahrullah

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya

Featured SIN TV