SUARA INDONESIA, SURABAYA - Sarasehan Nasional yang digagas Kemendikbudristek melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit. KMA) bertujuan untuk merajut persatuan dan memperkuat kesetaraan dalam bingkai keberagaman melalui Sarasehan Nasional,
Tema yang diangkat dalam sarasehan ini yakni "Transformasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk Meningkatkan Ketahanan Sosial, Budaya, dan Ekologi secara Berkelanjutan", digelar di Surabaya, mulai 19-22 Agustus 2024.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan bahwa kegiatan Sarasehan Nasional ini merupakan momen istimewa untuk merumuskan langkah strategis dalam menghadapi tantangan ke depan, baik sebagai individu ataupun komunitas.
"Para penghayat memiliki nilai-nilai luhur yang diyakini untuk kebaikan seluruh masyarakat. Nilai yang dapat menjadi jawaban dari berbagai tantangan dalam menjaga ketahanan sosial secara global. Ajarannya dapat memberikan kontribusi nyata untuk mewujudkan ketahanan budaya, sosial, dan lingkungan," ujar Hilmar Farid.
Ia berharap, kegiatan Sarasehan Nasional ini mampu memperkuat jaringan kerja sama antara penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia. Sehingga, para penghayat dapat saling mendukung untuk membangun bangsa.
"Sarasehan ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas, meneguhkan identitas, dan berkontribusi lebih besar lagi bagi kemajuan bangsa dan negara," kata Hilmar.
Sementara itu Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, Sjamsul Hadi menyampaikan, betapa pentingnya acara ini sebagai wadah untuk membangun dialog yang konstruktif antara para penghayat kepercayaan dan pemerintah.
Sjamsul Hadi menegaskan, jika sejauh ini pemerintah telah berupaya keras dalam memastikan hak-hak penghayat kepercayaan diakui dan dihormati melalui serangkaian program dan kebijakan yang telah diterbitkan.
"Penghayat kepercayaan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keberagaman Indonesia. Mereka tidak hanya berdampingan dengan beragam tantangan yang kini dihadapi, seperti perkembangan teknologi, urbanisasi, serta perubahan lingkungan, tetapi juga harus mampu mandiri dan memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup," pungkas Sjamsul.
Sedikit menambahkan, menurut Sjamsul, tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana para penghayat dapat mengimplementasikan regulasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memanfaatkan sepenuhnya layanan yang telah disediakan.
"Sarasehan Nasional ini tidak hanya menjadi ajang untuk bertukar pikiran, tetapi juga menjadi momentum penting untuk merumuskan langkah-langkah strategis yang dapat diambil oleh para penghayat dan pemerintah dalam menghadapi tantangan ke depan. Peran penghayat kepercayaan dalam pembangunan nasional harus terus didorong dan diperkuat, terutama dalam konteks ketahanan sosial, budaya, dan ekologi," bebernya.
Melalui kegiatan yang diikuti 275 peserta ini, pemerintah dan para penghayat kepercayaan diharapkan dapat menyepakati rencana aksi yang konkret dan berkesinambungan. Rencana aksi tersebut nantinya akan menjadi panduan bagi para penghayat dalam berkontribusi secara aktif pada pembangunan nasional yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat posisi mereka dalam masyarakat yang semakin plural dan dinamis. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Lukman Hadi |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi