SUARA INDONESIA, BANYUWANGI - Budi Hartono (37), seorang pemuda dari Dusun Krajan, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, membuktikan bahwa ilalang, tanaman yang sering dianggap gulma, dapat diubah menjadi barang bernilai tinggi.
Berawal dari pemutusan hubungan kerja (PHK) saat bekerja di perusahaan rokok di Kabupaten Malang, Budi tidak menyerah. Ia kembali ke kampung halaman dan mencoba berbagai cara untuk mencari penghasilan.
Ide bisnisnya bermula dari kegiatan sosial, saat Budi dan beberapa temannya memugar makam Mbah Semi, di Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri. Mbah Semi dikenal dengan tokoh penari gandrung pertama di Banyuwangi.
Mereka memanfaatkan ilalang untuk membuat atap tradisional. Ternyata, hasil karya mereka menarik perhatian pengusaha kafe dan homestay yang mengusung tema tradisional.
"Tidak sengaja, awalnya hanya coba-coba. Setelah beberapa kafe dan homestay tertarik, kami mulai serius menekuni usaha ini," ujar Budi saat menerima kunjungan Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di Pondok Suket Lalang miliknya dalam acara Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa), Selasa (17/9/2024).
Permintaan terus mengalir. Budi sempat mendapat pesanan besar dari kafe di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Dari sana, ia memberdayakan belasan warga sekitar untuk membantu produksi anyaman atap berbahan ilalang.
Ilalang, yang mudah ditemukan di lahan kosong, menjadi bahan baku utama. Namun, produksi sempat terkendala saat musim kemarau, ketika tanaman ini sulit ditemukan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Budi kini menyetok ilalang selama musim penghujan.
Tak sanggup untuk mencari sendiri, ia mengajak warga untuk mencari rumput di tempat-tempat ilalang tumbuh.
"Sekarang ilalang banyak ditemukan di lahan kosong daerah-daerah perumahan. Kami beli dari pencari rumput. Harganya Rp 5 ribu per ikat," ujar Budi.
Budi menjual anyaman atap ilalang buatannya yang berukuran sekitar 2,5 meter x 1,5 meter seharga Rp 15 ribu per lembar. Harga bisa lebih murah apabila pembeli memesan dalam jumlah banyak.
Selain untuk pasar lokal, karyanya mulai diminati oleh pengusaha di luar kota, seperti Surabaya dan Bali. Bahkan, ada permintaan untuk dikirim ke luar negeri, namun Budi belum mampu memenuhinya karena keterbatasan bahan baku.
“Bahan baku terbatas, sehingga saat ini masih di lingkup pasar lokal,” tegasnya.
Dari bisnis ini, Budi berhasil memberdayakan masyarakat setempat. Sekitar 15 orang ia pekerjakan untuk membantu produksi pembuatan anyaman dari bahan dasar ilalang ini.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengapresiasi ide bisnis yang dijalankan Budi dan warga lainnya. Ide tersebut sesuai dengan semangat yang kini digandrungi banyak orang, yakni tradisional dan kembali ke alam.
"Saya rasa ini ide yang kreatif. Bersamaan dengan pariwisata Banyuwangi yang terus berkembang, pasti pasar dari anyaman atap ilalang ini sangat menjanjikan," tutur Ipuk.
Menurut Ipuk, banyak pengusaha kafe-resto dan homestay yang saat ini mengangkat tema natural dan tradisional. Kerajinan buatan Budi diyakini dapat terus berkembang dengan menyasar pasar tersebut. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Muhammad Nurul Yaqin |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi