SUARA INDONESIA, JAKARTA - Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina kembali memanas dengan adanya serangan besar dari kelompok bersenjata Lebanon, Hezbollah, ke wilayah Israel utara.
Pada tanggal 13 Juni 2024, Hezbollah meluncurkan serangan roket dan drone terbesar sejak dimulainya kekerasan antara kedua belah pihak pada 8 Oktober lalu.
Serangan ini menjadi eskalasi terbaru yang menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang skala penuh antara Hezbollah dan Israel.
Hezbollah mengklaim bahwa mereka telah meluncurkan 150 roket dan 30 drone bunuh diri ke arah 15 posisi militer Israel.
Serangan ini dilakukan sebagai pembalasan atas pembunuhan komandan senior mereka, Taleb Abdullah alias Abu Taleb, dalam serangan udara Israel di desa Jouaiya, Lebanon selatan, awal pekan ini.
Serangan tersebut juga bertujuan untuk menunjukkan kemampuan deterensi Hezbollah terhadap Israel.
Media Israel melaporkan bahwa roket-roket yang diluncurkan oleh Hezbollah telah melukai setidaknya dua orang dan menyebabkan 15 kebakaran.
Militer Israel mengklaim berhasil mencegat sejumlah peluncuran tersebut, namun beberapa roket tetap berhasil menimbulkan kerusakan dan kebakaran di wilayah utara Israel.
Dalam pernyataan resminya, Hezbollah menyatakan bahwa operasi ini dilakukan untuk mendukung rakyat Palestina yang bertahan dan perjuangan mereka di Gaza, serta sebagai respons terhadap pembunuhan yang dilakukan Israel di Jouaiya.
Hezbollah telah lama menjadi kekuatan yang signifikan di Lebanon dan sering terlibat dalam konflik dengan Israel.
Kelompok ini mendapat dukungan kuat dari Iran dan telah memperkuat kekuatan militernya dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam beberapa bulan terakhir, serangan dan balasan antara Hezbollah dan Israel semakin sering terjadi, terutama setelah pecahnya perang di Gaza.
Serangan-serangan ini menambah ketegangan di perbatasan utara Israel dan selatan Lebanon, di mana ribuan warga telah mengungsi untuk menghindari kekerasan.
Pada tahun 2006, Israel melancarkan serangan besar-besaran untuk melucuti senjata Hezbollah setelah kelompok tersebut melakukan serangan lintas batas yang mematikan terhadap pasukan Israel.
Konflik tersebut berakhir tanpa perubahan signifikan dalam status quo, namun Hezbollah terus memperkuat persenjataan roketnya dan pengaruh regionalnya sejak saat itu.
Pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, menggambarkan front Lebanon dengan Israel sebagai penentu sejarah.
Ia menyatakan bahwa pertempuran ini tidak hanya menyangkut Palestina, tetapi juga masa depan Lebanon dan sumber daya air serta minyaknya.
Nasrallah menegaskan bahwa front ini adalah bagian dari pertempuran yang akan menentukan nasib strategis Palestina, Lebanon, dan wilayah sekitarnya.
Eskalasi serangan terbaru ini menunjukkan betapa kompleks dan berbahayanya konflik antara Hezbollah dan Israel.
Dengan kedua belah pihak yang saling memperkuat posisi dan meningkatkan kemampuan militer, situasi di perbatasan utara Israel dan selatan Lebanon berpotensi semakin memburuk.
Upaya diplomatik dan intervensi internasional diperlukan untuk mencegah terjadinya perang skala penuh yang dapat membawa dampak bencana bagi kedua negara dan kawasan sekitarnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi